Minggu, 01 November 2015

Pernikahan dalam Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di dalam agama Islam, Allah menganjurkan kita untuk melaksanakan pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah proses dimana seorang perempuan dan seorang laki-laki menyatukan hubungan mereka dalam ikatan kekeluargaan dengan tujuan mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan.
Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah proses yang sakral, mempunyai adab-adab tertentu dan tidak bisa di lakukan secara asal-asalan. Jika pernikahan tidak dilaksanakan berdasarkan syariat Islam maka pernikahan tersebut bisa menjadi sebuah perbuatan zina. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus mengetahui kiat-kiat pernikahan yang sesuai dengan kaidah agama Islam agar pernikahan kita dinilai ibadah oleh Allah SWT.  

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan tujuan pernikahan menurut pandangan Islam ?
2.      Bagaimanakah hukum pernikahan menurut pandangan Islam ?
3.      Bagaimanakah cara-cara pernikahan yang sah menurut pandangan Islam?
4.      Apa hikmah pernikahan menurut pandangan Islam ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pernikahan
Menurut Bahasa, pernikahan adalah al-jam’u dan al-dhamu yang berarti berkumpul atau bergabung. Sedangkan menurut istilah, pernikahan adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan diri antara satu sama lain untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga  yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Sebelum Islam datang, hubungan lawan jenis  pria dan wanita tidak terarah dan terjaga, maka datanglah Islam dengan syariat nikah yang mulia. Berikut ini di antara pernikahan jahiliyyah yang dibatalkan oleh Islam:
1.      Nikah khidn, yakni wanita mencari laki-laki tertentu sebagai kawan untuk melakukan perzinaan dengannya secara sembunyi-sembunyi. (lihat QS. An Nisaa’: 25).
2.      Nikah Badal, yakni seorang laki-laki berkata kepada laki-laki lain, “Taruhlah istrimu kepadaku, nanti aku akan taruh  istriku dan aku akan berikan tambahan.”
3.      Nikah Istibdhaa’, yakni seorang suami berkata kepada istrinya setelah istrinya selesai haidh, “Pergilah kepada si fulan, dan berhubunganlah dengannya agar kamu mendapatkan bibit yang baik," lalu suaminya menjauhinya sampai istrinya hamil. Ketika jelas hamilnya, maka ia menggauli jika mau. Nikah ini tujuannya untuk mendapatkan bibit unggul.
4.      Ada juga pernikahan dengan cara sekumpulan laki-laki (kurang dari sepuluh) menemui seorang wanita, semuanya menjima’inya. Ketika wanita itu sudah hamil, lalu melahirkan dan telah lewat beberapa hari, wanita itu mengirim seseorang kepada sekumpulan laki-laki itu, di mana masing-masing mereka tidak dapat menolak. Ketika mereka telah berkumpul di hadapan wanita itu, wanita itu berkata, “Kalian sudah tahu tentang perbuatan kalian. Sekarang saya sudah melahirkan. Anak ini adalah anakmu wahai fulan," wanita itu menentukan laki-laki yang disukainya untuk menasabkan anaknya kepada laki-laki itu, dan laki-laki itu tidak bisa menolaknya.
5.      Ada juga cara lain selain di atas, yaitu ketika orang-orang berkumpul, kemudian mereka menemui kaum wanita pelacur, di mana kaum wanita itu tidak menolak orang yang datang kepadanya. Wanita-wanita pelacur ini biasanya memasang bendera di pintunya sebagai tanda bolehnya siapa saja mendatanginya dan menggaulinya. Ketika wanita ini hamil kemudian selesai melahirkan, orang-orang berkumpul di hadapannya dan mengundang qaaffah (ahli nasab dengan cara melihat kesamaan), lalu menasabkan anak itu kepada orang yang mereka lihat mirip.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim". Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat, Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
B.       Tujuan Pernikahan
Allah SWT. sangat menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan apabila telah memenuhi syarat untuk menikah. Sebagaiman firman Allah dalam (Q.S. AR-Ruum : 31) yang berbunyi :
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. [QS. Ar. Ruum (30):21].
Dan adapun hadist yang menganjurkan untuk melakukan pernikahan yaitu :
يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ".
Artinya :
Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kamu yang mampu menikah, maka hendaknya ia menikah. Karena nikah itu dapat menundukkkan pandangan dan menjaga kehormatan. Namun barang siapa yang tidak mampu, hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat memutuskan syahwatnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun tujuan pernikhan dalam Islam :
1.      Menjaga diri dari perbuatan haram
2.      Memperbaiki keturunan
3.      Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
4.      Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
5.      Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan berumah tangga bersama anak-anak.
Hubungan ini akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia.
6.      Melahirkan organisasi (tim) dengan pembagian tugas/tanggungjawab tertentu, serta melatih kemampuan bekerjasama.
7.      Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.
C.      Hukum Pernikahan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sudah diatur oleh hukum, baik itu hukum negara, hukum agama, maupun hukum adat, semuanya sudah diatur sedemikian mungkin. Didalam hal perkawinan pun juga telah diatur menurut agamanya masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan. Begitu pun dalam Agama Islam telah diatur hukum-hukum pernikahan yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum pernikahan. Ada yang mengatakan hukum pernikahan itu wajib, ada juga sebagian mengatakan sunnah, dan selebihnya berkata hukum pernikahan itu mubah. Perbedaan pendapat ini disebabkan adanya perbedaan penafsiran terhadap bentuk kalimat perintah dalam Al-Qur’an maupun hadist yang berkaitan dengan masalah ini.
Terlepas dari pendapat para Imam / Madzhab yang berbeda pendapat didalam mendefinisikan dan menafsirkan arti perkawianan. Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, islam sangat menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan perkawinan serta tujuan dari perkawinan, maka melaksanakan suatu perkawinan itu dapat dikenakan hukum Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan bisa menjadi haram.
1.      Pernikahan Hukumnya Wajib
Suatu pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya apabila seseorang sudah mampu melakukan perkawinan dan nafsunya sudah mendesak dan ditakutkan akan terjerumus dalam perzinaan, maka baginya wajib melakukan pernikahan. Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
                        Artinya :
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. [Q.S. An-Nur (24) : 33]
2.      Pernikahan Hukumnya Sunnah
Adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah ia kawin. Berkata Imam Nawawi : “Ini adalah madzhab kita (Syafi’iyah) dan madzhab seluruh ulama, bahwa perintah menikah di sini adalah anjuran, bukan kewajiban… dan tidak diketahui seseorang mewajibkan nikah kecuali Daud dan orang-orang yang setuju dengannya dari pengikut Ahlu Dhahir (Dhahiriyah), dan riwayat dari Imam Ahmad. “ Sebagaimana Allah SWT. berfirman :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
      Artinya :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [Q.S. An-Nisa (4) : 3]
3.      Pernikahan Hukumnya Makruh
Makruh kawin bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
4.      Pernikahan Hukumnya Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.
5.      Pernikahan Hukumnya Haram
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin. Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia terus terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya. Allah berfirman :
..... وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ  وَأَحْسِنُوا  ......
                        Artinya :
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri. [Q.S. Al-Baqarah (2) : 195]
D.      Cara-cara Pernikahan
Di dalam Islam, di jelaskan tentang cara-cara pernikahan yang sah yang sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita tidak di perkenankan melakukan pernikahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam karena jika itu terjadi pernikahan yang awalnya bernilai ibadah bisa berubah menjadi suatu perzinaan jika pernikahan yang dilakukan diluar syariat Islam. Adapun larangan-larangan pernikahan menurut hukum islam, syarat dan rukun pernikahan dalam Islam yang akan di jelaskan di bawah ini.
1.    Larangan Pernikahan Munurut Hukum Islam
Di dalam asas-asas Agama Islam, dirumuskan  beberapa larangan perkawinan, dengan siapa dia boleh melakukan perkawinan dan dengan siapa dia dilarang (tidak boleh menikah).
*        Larangan pernikahan karena berlainan agama
Sebagaimana firman Allah :
وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرُ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرُ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلاَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُوا إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
   Artinya :
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." [QS. Al-Baqarah (2) : 221].                                                                      

*        Larangan Pernikahan Karena Hubungan Darah Yang Terlampau Dekat
Dan sudut Ilmu Kedokteran (kesehatan keluarga), perkawinan antara keluarga yang berhubungan darah yang terlalu dekat itu akan mengakibatkan keturunannya kelak kurang sehat dan sering cacat bahkan kadang-kadang inteligensinya kurang cerdas, (lihatlah Dr. Ahmad ramali Jalan Menuju Kesehatan Jilid I, halaman 221).  Allah berfirman :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
 Artinya :
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Q.S. An-Nisaa (4) : 23]
*        Larangan Pernikahan Karena Hubungan Sesusuan
Maksudnya ialah bahwa seseorang laki-laki dengan wanita yang tidak mempunyai hubungan darah, tetapi pernah menyusu (menetek) dengan ibu (wanita) yang sama dianggap mempunyai hubungan sesusuan, oleh karenanya timbul larangan menikah antara keduanya karena alasan sesusu (sesusuan). Tentulah akan timbul persoalan lain yaitu beberapa kalikah menyusu itu atau berapa lama menyusu itu yang menimbulkan larangan menikah itu. Larangan ini minimal 5 (lima) kali sampai kenyang setiap kali menyusu itu, dengan tidak dipersoalkan kapan waktu-waktu menyusu itu, apakah sehari itu menyusu lima kali itu, atau berjarak dua atau tiga hari atau seminggu. Maka barulah timbul larangan perkawinannya. Pendapat ini adalah pendapat imam syafi’i dengan para penganutnya. Larangan ini juga dijelaskan dalam Q.S. An-Nisaa Ayat 23 yang bermaksud semua yang dipelihara oleh ibu yang sama meskipun tidak sekandung.
*        Larangan Pernikahan Karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda artinya ialah setelah hubungan perkawinan yang terdahulu, misalnya kakak adik perempuan dari istri kamu (laki-laki). Laki-iaki (kamu) telah menikahi kakaknya yang perempuan atau adiknya yang perempuan maka timbullah larangan perkawin antara suami dari kakak adik perempuan itu dengan kakaknya perempuan itu.
*        Larangan Perkawinan masih dalam Rangka Hubungan Semenda, tetapi Lebih Bersifat Khusus
Larangan perkawinan masih dalam rangka hubungan semenda, tetapi lebih bersifat khusus atau istimewa, karena ayat Quran mengenal larangan ini diwahyukan Tuhan khusus untuk melarang perkawinan yang demikian ini yaitu:
وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا


Artinya :
Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). [Q.S. An-Nisaa (4) : 22].
*        Larangan Pernikahan Poliandri
Poliandri adalah seorang wanita yang sudah bersuami menikah lagi dengan lelaki lain (belum cerai). Larangan pernikahan poliandri di tegaskan dalam Q.S. An-Nisaa ayat 24 yang berbunyi :
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ
Artinya :
Dan (diharamkan juga atas kalian untuk menikahi) perempuan-perempuan yang telah bersuami..........[Q.S.An-Nisaa (4) : 24]
*        Larangan Pernikahan Terhadap Wanita yang di Li’ an
Li’an adalah saling menjauh, yakni suami-istri saling menjauh setelah terjadi li’an selamanya. Li’an adalah sumpah suami bahwa istrinya telah berzina (berselingkuh) dengan orang lain dan anak yang dilahirkan istrinya akibat zina (jika ada) bukanlah anaknya. Jika seseorang menuduh istrinya berzina tanpa bukti, maka ia telah melakukan qadzaf (قذف) dan berhak mendapatkan hukum had berupa 80 kali cambukan. Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً

                        Artinya :
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambukan. [QS. An Nuur (4) : 4]
*        Larangan Menikahi Wanita Pezina maupun Laki-laki Pezina
Tujuan perkawinan sifatnya adalah suci. Ia harus dicegah dari segala unsur penodaan, pengotoran karena itulah ia menjadi lembaga keagamaan. Haramlah yang tidak melindungi, mengawal dan mengamankan kesucian perkawinan. Perkawinan yang didasarkan sekuler saja (menurut apa adanya saja, kebudayaan saja) tidak akan dapat menjaga atau tidak akan mampu menjaga kesucian itu, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. An-Nuur Ayat 3 yang berbunyi :
الزَّاني‏ لا يَنْكِحُ إِلاَّ زانِيَةًأَوْ مُشْرِكَةً وَ الزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُها إِلاَّزانٍ أَوْ مُشْرِكٌوَوَحُرِّمَ ذلِكَ عَلى ا لَمُؤْمِنِيْنَ
Artinya :
Orang laki-laki pezina, yang dinikahinya ialah perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Perempuan pezina jodohnya ialah laki-laki pezina pula atau laki-laki musyrik , dan diharamkan yang demikian itu atas orang yang beriman. [Q.S.An-Nuur (24) : 3]
*        Larangan Suami Menikahi Mantan Istri yang telah di Talak Tiga
Seorang suami yang telah mentalak tiga mantan istrinya, tidak diperkenankan menikahinya kembali kecuali jika mantan istri telah dinikahi oleh seorang laki-laki lain dengan syarat harus di campuri dulu oleh suaminya kemudian diceraikan, barulah suami pertama boleh menikahinya kembali. Akan tetapi, dalam hal ini tidak boleh dilakukan secara sengaja, misalnya si suami berkata kepada orang yang akan menikahi istrinya “Saya izinkan kamu menikahi mantan istriku, dan kamu boleh mencampurinya kemudian kamu ceraikan dia untukku”. Tidak boleh ada unsur perencanaan dalam hal ini. Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 230 yang berbunyi :
فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
   Artinya :
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkanNya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” [Q.S.Al-Baqarah (2) : 230]
*        Larangan Menikah Lagi Bagi Seorang Laki-laki yang Sudah Beristri Empat
Prinsip Pernikahan dalam Islam itu monogami, artinya boleh seorang lelaki menikahi dua sampai emapat perempuan, dengan syarat ia harus bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya baik itu yang bersifat kebutuhan seksual maupun kebutuhan materi. Jika seorang suami sudah memiliki empat istri maka baginya larangan untuk menikah lagi bila ia tidak menceraikan sala satunya. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadist yang berbunyi :
عَنْ سَالِمٍ ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ غَيْلانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : أَمْسِكْ أَرْبَعًا وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، حَدِيثَ غَيْلانَ

Artinya :
Dari Salim, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Ghalian Ibnu Salamah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk Islam bersamanya. Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk memilih empat orang istri di antara mereka dan ceraikan selebihnya. Hadits ini didapat dari Imam Malik dari Zuhri, Hadits Ghailan. (Musnad Imam Syafi’i : 1338)
2.    Syarat dan Rukun Pernikahan Dalam Islam
 ‘Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk sholat” atau menurut islam calon pengantin laki-laki/perempuan itu harus beragama islam.
Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu bermaksud dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.
1.      Syarat-Syarat Pernikahan Dalam Islam
v  Mempelai laki-laki (calon suami), syarat-syaratnya :
a.       Beragama Islam
b.      Lelaki yang tertentu
c.       Bukan mahram dengan bakal istri
d.      Bukan dalam ihram haji atau umrah
e.       Dengan kerelaan sendiri
f.       Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut
g.      Mengetahui bahawa perempuan itu boleh dan sah dinikahi
h.      Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
v  Mempelai Wanita (calon istri), syarat-syaratnya :
a.       Beragama Islam
b.      Bukan seorang khunsa (perempuan yang merasa dirinya laki-laki)
c.       Perempuan yang tertentu
d.      Tidak dalam masa Iddah
e.       Bukan dalam ihram haji atau umrah
f.       Dengan rela hati
g.      Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
h.      Bukan istri orang atau masih ada suami

v  Wali, syarat-syarat wali :
a.       Adil
b.      Beragama Islam
c.       Baligh
d.      Lelaki
e.       Merdeka
f.       Tidak fasik, kafir, atau murtad
g.      Bukan dalam ihram haji atau umrah
h.      Waras (tidak cacat pikiran dan akal)
i.        Dengan kerelaan sendiri
j.        Tidak muflis (ditahan hukum atau harta)
Adapun macam-macam wali dalam Pernikahan :
1.    Wali Nasab yaitu orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita yang berhak menjadi wali. Yang termasuk wali nasab yaitu ayah kandung, kakek (dari garis ayah) dan seterusnya keatas dalam garis laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki ayah sekandung (paman), saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah), anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman seayah, saudara laki-laki kakek sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki kakek seayah.
2.    Wali Hakim, yaitu orang yang diangkat oleh pemerintah (Menteri Agama) untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan yaitu apabila seorang calon mempelai wanita dalam kondisi tidak mempunyai wali nasab sama sekali, atau walinya mafqud (hilang tidak diketahui keberadaannya), atau wali sendiri yang akan menjadi mempelai laki-laki sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada, atau wali yang berada di tempat jauh sejauh masafaqotul qosri (sejauh perjalanan yang memperbolehkan shalat qasar yaitu 92,5 kilo meter), atau wali berada dalam penjara atau tahanan yabg tidak boleh di jumpai, atau wali adhol yaitu tidak bersedia atau menolak untuk menikahkannya, atau wali sedang melaksanakan ibadah umrah atau haji.
3.    Wali Muhakam yaitu wali yang diangkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Kondisi ini terjadi apabila suatu pernikahan yang seharusnya dilaksanakan oleh wali hakim, padahal disini wali hakimnya tidak ada maka pernikahannya dilaksanakan oleh wali muhakam.

v  Dua orang saksi, :
Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.
Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk kemaslahatan  kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Disamping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut. Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan kesaksiannya.
v  Ada Ijab dan Qabul,  :
Pada hakikatnya ijab adalah suatu pernyataan dari perempuan untuk mengikatkan diri dengan seorang laki-laki untuk dijadikan sebagai suami yang sah. Sedangkan qabul adalah pernyataan menerima dengan sepenuh hati untuk menjadikan seorang perempuan tersebut menjadi istri yang sah.
Di dalam ijab dan qabul ini di sebutkan mahar atau mas kawin. Mahar ini bukan termasuk syarat atau pun rukun pernikahan, akan tetapi mahar ini termasuk kewajiban suami terhadap istri, kewajiban yang berupa pemberian. Menurut mazhab Maliki, mahar adalah sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk digauli.
Contoh Lafadz Ijab :
Daku nikahkan dikau dengan ….. binti …. (sebutkan nama pengantin perempuan) dengan mas kawin …….”
Contoh Lafadz Qabul :
“Daku terima nikahnya ….. binti …. (sebutkan nama pengantin perempuan) dengan mas kawin …….”
2.      Rukun Pernikahan dalam Islam
·      Ada Calon Suami dan Istri
·      Ada Wali Nikah
·      Dua orang saksi
·      Ada Ijab dan Qabul

E.       Hikmah Pernikahan dalam Islam
Anjuran telah banyak disinggung oleh Allah dalam al-Quran dan Nabi lewat perkataan dan perbuatannya. Hikmah yang terserak di balik anjuran tersebut bertebaran mewarnai perjalanan hidup manusia. Secara sederhana, setidaknya ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.
o   Sebagai wadah birahi manusia secara halal
Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif.
Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi ‘aspirasi’ nulari normal seorang anak keturunan Adam.
o   Meneguhkan Akhlaq Terpuji
Dengan menikah, dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang baik.
Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa. Kenyataan yang ada selama ini menujukkkan gejala tidak baik, ditandai merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan.
o   Membangun Rumah Tangga Islami
Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga islami.
Layaknya perahu, perjalanan rumah tangga kadang terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya.

o   Memotivasi Semangat Ibadah
Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya.
Dengan menikah, diharapkan pasangan suami-istri saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya.


o   Melahirkan Keturunan yang Baik
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang salih, berkualitas iman dan takwanya, cerdas secara spiritual, emosional, maupun intelektual.
Dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahikan generasi yang baik pula.





















BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
            Pernikahan adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan diri antara satu dengan yang lain untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera.
            Pernikahan bertujuan untuk menjaga diri dari perbuatan zina, memelihara keturunan, dapat menyalurkan naluri seksual dengan halal dan terpuji, memelihara dan memperbanyak keturunan secara terhormat, naluri keibuan dan kebapakan akan akan saling melengkapi dalam kehidupan berumah tangga bersama anak-anaknya, melatih kemampuan bekerja sama, serta terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga.
            Di dalam agama Islam, hukum pernikahan dilandaskan terhadap keadaan yang di alami seseorang. Ada yang hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh bahkan haram.
            Hikmah dari pernikahan itu sendiri adalah sebagai wadah birahi manusia secara halal, meneguhkan akhlaq terpuji, membangun rumah tangga islami, memotivasi semangat ibadah, serta melahirkan keturunan yang baik dan terhormat.
C.      Saran
Dengan adanya pernikahan diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, dunia dan akhirat.
Pernikahan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia baru yang kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera rumah tangga , kehidupan diharapkan menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan istri-istri akhir zaman ini memiliki semangat yang tinggi di jalan Allah SWT. Aamiin.

KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin.  Makalah yang berjudul “Pernikahan dalam Islam” ini kami tulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
            Dalam penyusunan makalah ini tentunya kami mendapat banyak donasi dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya dalam menyelesaikan makalah ini, serta ucapan terima kasih kami terkhusus kepada  Ibu ST. Mutmainnah, S.Ag., M.Ag selaku dosen mata kuliah yang memberikan kami amanah untuk menyelesaikan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada pembaca. Akhirnya, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kepada penulis sendiri.

                        Makassar, 15 Oktober 2015

Penulis






DAFTAR PUSTAKA
Dandelion, Momoy. 2010. Konsep Pernikahan dalam Pandangan Islam.
            Suparta. Zainuddin, Djejen. 2005. Fiqih. Semarang : PT. Karya Toha Putra.
            Hadzan, Ibnul. 2007. Konsep Pernikahan dalam Islam.
            Kumpulan Makalah. 2009. Konsep Islam Tentang Pernikahan.
(online), (http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/).













DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................................................
B.     Rumusan Masalah...............................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pernikahan........................................................................................
B.     Tujuan Pernikahan..............................................................................................
C.     Hukum Pernikahan.............................................................................................
D.    Cara-Cara Pernikahan.........................................................................................
E.     Hikmah Pernikahan............................................................................................
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................................
B.     Saran..................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................................
           







Tugas Kelompok

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PERNIKAHAN DALAM ISLAM)


Oleh :
Kelompok 4
Nama    : Asridawati    1552132007
A. Iin Safitri   15521320
Hasrifani       15521320
Kelas    : Business English / A

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2015